Di sebuah desa dimana sekarang menjadi kota Taebaek, sang biksu mengelilingi desa untuk mengumpulkan sumbangan. Di tengah-tengah perjalanan, sang biksu ketemu dengan suatu rumah yang nampak cukup kaya dan saat melihat rumah itu, sang biksu meramalkan bahwa rumah tersebut akan mengalami musibah. Sang biksu lagi masuk ke rumah itu agar menolong rumah itu untuk bisa menghindari nasib naas. Demikian sang biksu masuk ke rumah, disana sang pemilik rumah bernama, Hwang sedang giat membersihkan kotoran sapi yang akan digunakan sebagai pupuk di kandangnya.
Hwang yang kaya raya ini pun sadar bahwa di belakang datang seorang biksu. Hwang lagi bertanya kepada sang biksu, kenapa datang ke rumahnya, lalu sang biksu menjawab sedang mengumpulkan sumbangan. Pada masa lalu, seorang biksu dianggap sebagai orang yang sangat tinggi, terutama di desa hampir setingkat tuhan, karena sang biksu yang mengajarkan makna dan kebenaran dalam kehidupan, ajaran tuhan, dan kadang-kadang dapat meramalkan nasib seseorang juga. Sehingga jika sang biksu mengumpulkan sumbangan, biasanya memberi minimum semangkuk besar untuknya.
Akan tetapi, ternyata si Hwang ini orang pelit, sehingga dia sama sekali tidak ingin menyumbangkan sebutir pun beras dan terus membereskan kerjaannya di kandang sapi.
Namun, sang biksu tidak ingin kembali, tetapi terus berdoa di belakang si Hwang. Hwang yang lagi merasa jengkel memasukkan kotoran ke ransel yang sang biksu megang sambil mengatakan, “Kalau begitu mau sumbangan bawalah ini! Ini juga akan jadi beras jika dituangkan ke ladang!”
Seketika itu, anak menantu yang bernama Ji, dengan menggendong anak melihat pemandangan itu, dan merasa berdosa kepada sang biksu, sehingga memanggil sang biksu sambil memaafkan memberikan beras padanya.
Mendapat permintaan maaf dan sumbangan beras dari Ji, sang biksu menyuruh Ji untuk ikut keluar dari rumah tanpa melihat kebelakang apapun terjadi di belakang.
Anak menantu Ji tanpa bertanya alasannya, tapi mengikuti sang biksu sambil memikirkan pasti ada alasannya. Iya.. sang biksu ingin menolong anak menantu ini dari musibah yang akan dihadapi pada rumah itu.
Nah, hampir tiba di ujung desa yang menghadapi bukit, tiba-tiba terdengar bunyi ledakan yang keras sekali. Ji yang menggendong anaknya ini terlalu terkejut, sehingga tanpa sadar memalingkan mukanya ke belakang, dan pas saat melihat kebelakang, Ji menjadilah batu. Dan rumah si Hwang yang pelit hancur total dan dijadikan kolam. Jika Ji mengikuti sang biksu terus tanpa melihat kebelakang, dia dapat selamat, tapi akhirnya tidak bisa menghindari dari musibah juga..
Infromasi Wisata
Di kota Taebaek, provinsi Gangwon, ada Taman Hwangji dan disana ada 3 kolam, yaitu Sangji, Jungji, dan Haji dan ketiga kolam itu disebut Hwangji. Kolam itu merupakan sumber air sungai Nakdong yang dianggap sebagai sungai paling panjang di Korea Selatan. Hwangji itu selalu dilimpahkan sebanyak 5.000 ton air pada waktu kemarau dan juga hujanpun. Suhu air disana juga tidak naik-turun, tapi selalu bertahan sekitar 15 derajat Celsius pada musim panas dan dingin-pun.
Menurut sebuah buku sejarah Korea, jika kemarau yang serius terjadi, melakukan upacara bersembahyang agar hujan segera turun di kolam Hwangji tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar